Selasa, 06 Juni 2017

Implementasi Teknologi Informasi diPerpustakaan

 Implementasi Teknologi Informasi diPerpustakaan


Di era globalisasi ini  perkembangan teknologi semakin cepat dan cangih. Kemajuan yang paling terlihat adalah para pengguna teknologi informasi dalam proses pengolahan data menjadi informasi yang begitu cepat. Terlebih lagi dengan hadirnya internet dapat mempercepat ketersediaan dan pertukaran informasi diseluruh dunia sehingga memudahkan kita dalam mengakses informasi kapanpun dan dimanapun tanpa terbatas oleh waktu. Peranan teknologi didalam perpustakaan sangat diperlukan mengingat perpustakaan erat kaitannya dengan informasi yang dibutuhkan pengguna, oleh karena itu perpustakaan harus dapat menyediakan informasi dengan cepat, tepat dan mudah.

 Dengan adanya perkembangan teknologi informasi, perpustakaan dituntut untuk lebih aktif, dinamis, cepat, tepat dan sistematis dalam segala hal, baik dalam pelayanan maupun sumber informasi yang disajikan mengingat tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan informasi yang semakin tinggi dan mereka menginginkan informasi tersebut didapat dengan cepat. Hal ini dilakukan agar keeksistenan perpustakaan dapat dipertahankan ditengah maraknya penyedia informasi yang lebih canggih.

oleh karena itu sekarang banyak perpustakaan memanfaatkan teknologi informasi sebagai media penyelenggaran perpustakaan. dengan harapan banyak dampak positif dari penerapan pola teknologi informasi dalam penyelenggaraannya.

Selasa, 30 Mei 2017

Kisah Tragedi Cinta Yang Dikenang Sepanjang Masa



"Kisah Tragedi Cinta Yang Dikenang Sepanjang Masa" - Teman anehtapinyata.net kisah percintaan selalu menjadi hal yang menarik untuk dibahas, selain dengan diakhiri dengan kisah happy ending ternyata banyak juga kisah percintaan yang justru berakhir tragis. Berikut kami rangkum beberapa cerita fiksi ataupun nyata tentang kisah cinta yang melegenda sepanjang masa.
 baca selengkapnya

Konservasi Penyu diwilayah sukomade




Keberadaan penyu di Indonesia semakin terancam. Populasinya semakin menurun dari tahun ke tahun. Pembantaian penyu dan pengambilan telur secara liar telah mendorong menurunnya populasi penyu di Indonesia. Bahkan catatan terakhir WWF menyatakan penurunan populasi penyu di Indonesia mencapai 60%.

Di pantai tersebut dibangun beberapa fasilitas sederhana untuk pengembangbiakan penyu. Upaya pelestarian penyu yang dilakukan ditempuh melalui kegiatan pengamanan pantai, pengumpulan telur, pembuatan tempat penetasan semi permanen, pemeliharaan telur yang ditetaskan, pemeliharaan tukik (sebutan untuk anak penyu) yang baru menetas, pemeliharaan tukik di tempat penampungan, tagging, sexing, pencatatan data jumlah penyu, pencatatan data jumlah telur, penyuluhan, pelayanan penelitian, pelepasan tukik ke laut dan baru2 ini aku denger juga menyediakan pendidikan dan pelatihan untuk pelajar dan mahasiswa.
Pengelolaan penyu di Sukamade meliputi 6 kegiatan, yaitu:

a. Patroli malam;
b. Pemindahan telur penyu;
c. Penanaman telur penyu;
d. Penetasan telur penyu;
e. Perawatan tukik;
f. Pelepasan tukik.

Baru-baru ini Taman Nasional Meru Betiri bekerjasama dengan WWF Indonesia telah melakukan penelitian menggunakan Satellite Tracking untuk mengetahui daya jelajah penyu khususnya yang pernah mendarat di Pantai Sukamade. Ada tiga (3) penyu hijau yang dilepaskan menggunakan Satellite Tracking yaitu Dorte, Lotte, dan Elsebeth. Sampai saat ini penyu Dorte bergerak ke arah selatan pantai Sukamade menuju Australia, sedangkan penyu Lotte yang dilepaskan sendiri oleh Kepala Balai Taman Nasional Meru Betiri Bapak Ir. Herry Subagiadi, M.Sc bergerak ke arah timur melewati pantai selatan Bali kemudian ke arah pantai utara Lombok sampai mendekati pulau Sulawesi. Penyu Elsebeth sendiri masih bergerak berputar-putar di selatan pantai Sukamade menuju pulau Nusa Barung.

Akses ke Sukamade
Aku dan beberapa teman berangkat dari Malang pake kereta ekonomi, maklumlah backpacker ga mungkin naik pesawat (lagipula ga ada pesawat ke Sukamade,wkwkwk). Dan perjalanan yang amazing pun dimulai :
  • dari Malang (Stasiun Kotabaru) pake kereta Tawangalun jurusan Banyuwangi (kereta berangkat jam 2 siang). Tapi aku berhenti di Jember karena ada beberapa urusan di kantor TN. Meru Betiri. Buat yang pertama kali ke Sukamade ato yang punya keperluan resmi wajib ijin lewat kantor dulu. Kontak kantornya ada dibawah.
  • keluar dari Stasiun Jember (jam 8 malem) cari angkot menuju kantor TN. Meru Betiri. Kami bermalam disini.
  • keesokan paginya dilanjutkan ke Jajag menggunakan bus.
  • dari Jajag menggunakan minibus menuju Sarongan (sampe sini jam 3 sore). Di Sarongan kita berhenti di semacam kantor cabangnya TN. Meru Betiri yang membawahi Resor Sukamade.
  • dari Sarongan dilanjutkan dengan “taxi” ke Sukamade. Taksinya dateng jam 4. Tapi akhirnya berangkat magrib karena ada something wrong dengan tu taksi.
Eits,, jangan pikir taxi disini sekelas bluebird or something else. Taksinya adalah truk pasir (bener2 truk yang biasa dipake ngangkut sapi itu) milik “Pak Haji” yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa melalui medan offroad yang mantap jaya. Truk Pak Haji ini adalah satu2nya transport umum menuju Sukamade. Truk ini hanya lewat sekali, pagi berangkat dari Sukamade menuju Sarongan, lalu sore harinya balik lagi ke Sukamade. Aku dan teman2 berjubel di dalam bak belakang bersama beberapa penduduk yang kebanyakan ibu2. Di antara kegelapan malam truk melaju membelah hutan, dan mataku sama sekali ga bisa nangkep apa2. Malam itu ga keliatan medannya seperti apa, yang  jelas sepanjang perjalanan truknya oleng kesana-kemari yang membuatku gave two thumbz up bwt drivernya. Lalu byuuuurrrr,, turunlah hujan lebat. Truk pun berhenti dan para awak kapal,,eh  maksudku awak truk melindungi bak belakang dengan terpal. Waktu itu keadaan di bak belakang sedikit ricuh, cz ada ibuk2 yang digerayangi kelabang. Temenku yang cewek ada yang eneg gitu, cz ada penumpang yang bawa durian (kebayang ga sih situasinya kayak apa..) kalo aku sih uidah biasa soalnya asalku dari wilayah situ ( wong kidulan rek)


Kawasan Pantai Sukamade

Sampe mess Sukamade uda malam hari. FYI, disana ga ada listrik. Cuma ada genset atau sejenisnya lah, yang cuma dinyalain seminggu sekali buat nge-charge HT. Sinyal HP juga kagak ada. Jadi prepare baterai cadangan yang banyag deh kalo mo kesana. Dan rebutan nebeng nge-charge kamera, handycam, etc. Di sekitar mess ga ada warung. Kalo mau belanja di warung “Pak Haji” yang letaknya sekitar 1km dari mess, dan itu ditempuh dengan jalan kaki! Disitu ada masjid juga tempat temen2 cowok jumatan. Hehehe.. Jadi aku sarankan membawa perbekalan dari Sarongan semampunya. Dan di Sukamade akan terbiasa dengan menu oseng pakis, pucuk daun paku. Di mess ada kompor gas, jadi kami masak disitu, sekaligus masakin para ranger juga.

Disana kami bantu kerja para “ranger”, sebutan kami untuk para petugas di Sukamade itu. Disitu cuma ada tiga orang, yang mana mereka giliran jaga tiap seminggu sekali. Menurutku sih, personil segitu kurang banyak buat kerja di konservasi penyu. Tiap malam kami ke pantai yang jaraknya skitar 700m dari mess dan walaupun hujan, mereka tetap berangkat! Penyu hanya mendarat pada malam hari. Biasanya ke pantai tengah malam,,menyusuri pantai (mungkin garis pantainya lebih dari 1km deh, ga bisa memperkirakan, hehee). Kami ngintip penyu yang lagi bertelur, sekaligus merazia para pencuri telur penyu (banyak pencurian telur penyu karena kurangnya kesadaran mereka). Jika ditemukan penyu yang belum di tagging, maka dilakukan pemasangan cincin tag dari besi, yang dipasang di bagian siripnya. Tagging ini nantinya berguna untuk mendeteksi wilayah jelajah seekor penyu. Kata Pak Slamet sih (salah satu ranger), ada yaang ditemukan mendarat di Jepang. Patroli malam berakhir sekitar jam 2 dini hari.

Esok paginya, kembali menyussuri pantai, mencari jejak penyu dan mencari lubang tempat penyu bertelur semalam. Membutuhkan trik dan keahlian khusus untuk mendeteksi tanah yang di dalamnya ada telurnya. Telur2 yang dikeluarkan tadi malam di ambil (kedalamannya sampe 1meter) untuk dipindahkan ke tempat penetasan di dekat mess. Dalam tiap lubang biasanya berisi 60-200 butir telur dari satu induk betina.


Induk penyu
Penyu kesiangan,,hahaha

Di dekat mess ada bangunan tempat penetasan telur penyu. Lubang digali, kemudian telur2 dipendam kembali dan diberi tanda dari papan. Untuk telur yang udah menetas, tukiknya akan keluar sendiri dari dalam pasir kemudian dipindah ke bak2 beton yang diisi air laut. Karapaks (cangkang) tukik itu disikat. Air laut untuk pemeliharaan sementara, diambil dari laut. Kami yang bantu aja kelelahan tingkat tinggi harus mengumpulkan berpuluh jerigen air laut. Ngebayangin kalo ranger itu kerja sendiri. Wuuiiiihhh…salluut. Tukik yang di bak pembesaran sementara akan dilepas ke laut setelah cukup kuat. Dan pelepasan ini akan menjadi hal yang mengharukan buatku pribadi,,,:) Kata Pak Slamet, dari 1000 tukik, yang jadi seekor penyu dewasa hanya satu! Yang lain kalah oleh besarnya ombak atau dimangsa predator laut.

Tukik
Tukik. Dan di antara 1000, hanya satu yang bertahan.
Waktu itu kami juga punya kegiatan menanam pandan di pinggiran pantai. Benihnya ratusan dan kami harus membawanya dari mess ke pantai dan lagi, melelahkan. Di kawasan ini ga cuma ada penyu tapi juga merupakan habitat tumbuhan langka yaitu bunga raflesia (Rafflesia zollingeriana), dan beberapa jenis tumbuhan lainnya seperti bakau (Rhizophora sp.), api-api (Avicennia sp.), waru (Hibiscus tiliaceus), nyamplung (Calophyllum inophyllum), rengas (Gluta renghas), bungur (Lagerstroemia speciosa), pulai (Alstonia scholaris), bendo (Artocarpus elasticus), dan beberapa jenis tumbuhan obat-obatan.
Pada waktu itu kami mencoba ke bukit tempat habitat raflesia,,tapi tidak berhasil menemukan bunganya, bukan musimnya kali ya…

Selain penyu, kawasan ini memiliki potensi satwa dilindungi yang terdiri dari 29 jenis mamalia. Satwa tersebut diantaranya banteng (Bos javanicus javanicus), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), macan tutul (Panthera pardus melas), ajag (Cuon alpinus javanicus), kucing hutan (Prionailurus bengalensis javanensis), rusa (Cervus timorensis russa), bajing terbang ekor merah (Iomys horsfieldii), merak (Pavo muticus).

Saat menyusuri hutan, kami sering menjumpai gerombolan banteng (inget, jangan pake baju merah). Kalo kera banyak sekali, bahkan kalo masak di dapur sering disamperin ketua gengnya kera yang menurutku menakutkan. Untuk satwa yang lain, ga pernah ketemu. Buat yang suka ber-canoe,,, ada disini. Biasanya kami berkano ria setiap sore di muara.Untuk menghibur diri di malam hari sebelum patroli, bolehlah bawa gitar, kartu poker, etc.


Nah, buat yang berminat kesana, don’t forget for:
  • korek api, senter, lilin atau alat penerang lainnya. Inget, disini ga ada listrik
  • baterai cadangan buat gadget
  • survival equipment tergantung kegiatan yang direncanakan. Tapi yang jelas pisau lipat sama pocket tools wajib.
  • mantel, kalo kesana di musim penghujan
  • perbekalan secukupnya dan botol air minuum
  • lotion anti nyamuk
  • barang pribadi standar dan seperlunya
  • kartu, gitar, etc

Indahnya Air Terjun Kembar Banyuwangi

"YES!" segarnya udara dan air menyambut kedatangan kita. Sejenak aku terdiam untuk menghirup udara dalam dalam, rasa segar dan bersihnya udara terasa nyaman di dada. Di depan mata telah terpampang nyata air terjun yang tidak begitu tinggi tapi cukup indah karena terdiri tidak hanya satu air terjun saja melainkan ada 3 air terjun sekaligus yang berasal bukan dari aliran sungai melainkan langsung dari sumber mata air.

Ya sekarang kita berada di Air Terjun Kampung Anyar karena letaknya ketiga air terjun itu berdekatan dalam satu lokasi. Air terjun ini sering disebut sebagai Air Terjun Kembar atau Air Terjun Bersaudara tapi ada juga yang menyebutnya Air Terjun Kampung Anyar, Air Terjun Jagir dan Air Terjun Sumber Pawon.
Perjalanan dimulai dari Kota Banyuwangi, kota yang terkenal dengan sebutan Kota Gandrung. Kabupaten Banyuwangi di Jawa Timur, sekarang lagi tumbuh pesat di segala bidang termasuk pariwisatanya. Jadi untuk para pelancong nggak perlu ragu berkunjung ke Banyuwangi. Selain jaraknya yang dekat dengan Bali, potensi wisatanya pun nggak kalah bagus dengan Pulau Dewata mulai dari wisata alam, wisata budaya sampai wisata kuliner semua ada di sini.
Pagi itu kita memang mau menikmati keindahan Banyuwangi yang nggak jauh-jauh dari kota, jadi kita tetapkan untuk ke Air Terjun Kampung Anyar. Wisata yang baru saja dikenal ini katanya nggak kalah indah dan jaraknya pun nggak jauh arah ke Perkebunan Kalibendo atau jalan arah ke Kawah Ijen.


Air terjun ini terletak di Dusun Kampunganyar, Desa Taman Suruh, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Jaraknya hanya kisaran 15 km dari pusat kota dengan waktu tempuh 15-20 menit dengan akses jalan yang bagus.
Akhirnya sampai juga kita. Setelah memarkir kendaraan kita langsung berjalan mengikuti petunjuk arah yang telah disediakan. Oh ya untuk masuk ke kawasan wisata ini kita tidak dipungut biaya apa pun alias free. Kita hanya dikenakan jasa parkir Rp 2.000 untuk sepeda motor dan Rp 5.000 untuk mobil.
Tidak lama kita berjalan melewati jalan setapak yang di kanan kiri sudah diberi pembatas kita pun sampai. Selama dalam perjalanan saya sempat melihat tebing yang kalau dilihat kontur tebingnya seperti pahatan intan yang tajam, bagus.
Di depan kita sudah terpampang tiga air terjun yang letaknya berdekatan, karena inilah orang juga menyebutnya Air Terjun Bersaudara. Air terjun ini berasal bukan dari aliran sungai tetapi muncul dari balik tebing. Air terjun ini berasal dari sumber mata air jagir, pawon dan buyut ijah. Dari ketiga air terjun ini yang paling menarik adalah Air Terjun Sumber Pawon. Dinamakan Air Terjun Sumber Pawon karena berasal dari mata air yang tepat dibelakang pawon (dapur) rumah penduduk.
Kontur air terjun yang melebar terlihat menarik, di bawah air terjun ini kita bisa berenang atau sekadar berendam. Kebayang kan bagaimana nikmatnya merasakan air yang masih murni dari sumber mata airnya dan dijamin kesegaran airnya akan menghilangkan semua ketegangan otot dan syaraf Anda.
Banyak yang bilang kalau Air Terjun Bersaudara ini bisa menghilangkan berbagai macam penyakit. Menurut saya sih sangat masuk akal karena kondisi pikiran kita yang rileks akan menjauhkan kita dari penyakit.
Ternyata Dusun Karang Anyar menyimpan sejuta pesona tidak hanya Air Terjun Sumber Pawon dan saudaranya saja tetapi kira-kira jarak 300 meter lagi ke arah hulu ada Air Terjun Kethagen, di mana airnya bersumber dari aliran Sungai Kalibendo. Air terjun ini ternyata cukup eksotis dengan ketinggian yang lebih tinggi dan aliran airlebih deras dibanding Air Terjun Bersaudara. Dijamin Anda akan dibuat takjub.
Untuk menuju air terjun ini Anda cukup berjalan kira-kira 300 meter ke arah hulu. Perjalanan tidak menempuh waktu yang lama tapi Anda diminta untuk ekstra hati-hati karena aliran arus sungai yang lumayan deras akan sangat menguji keseimbangan Anda.
Sebelum sampai ke Air Terjun Kethagen ini mata anda akan dimanjakan oleh tebing yang menurut saya indah karena bentuk tebingnya menyerupai potongan intan. Ternyata tebing ini yang saya lihat tadi sebelum menuju ke Air Terjun Kembar. Kalau dilihat dari kontur dan ketinggian tebing ini sangat mengundang para pecinta rappelling untuk beraksi.
Sampai di sana seraya menikmati keindahan air terjun jangan lewatkan untuk berendam karena kesejukan airnya dijamin akan menambah ketakjuban anda akan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Setelah puas bermain air kita putuskan untuk kembali. Karena waktu masih cukup maka kita putuskan untuk pulang melalui jalan yang berbeda yakni melewati Perkebunan Kalibendo yang terkenal dengan kesejukannya.
Pesan saya jangan pernah meninggalkan sampah apa pun di tempat yang Anda kunjungi. Budayakan untuk menjaga kebersihan di mana pun anda berada termasuk hindari corat-coret di area wisata. Tinggalkan saja kenangan indah di memori Anda atau abadikan dalam foto sehingga ketika Anda kembali tempat itu akan tetap bersih dan indah.

Konflik Tambang Emas Tumpang Pitu




Tumpang Pitu, di Banyuwangi, Jawa Timur,  kini menjadi sorotan. Di gunung itu bercokol perusahaan tambang emas, milik PT Merdeka Copper Gold Tbk (Merdeka)Warga banyak menolak karena khawatir lingkungan rusak, seperti sungai (sumber air) tercemar. Belum lagi, ancaman pada lahan tani kekurangan air bersih sampai potensi bencana.
Bicara sejarah pertambangan emas di Tumpang Pitu, berkaitan dengan rencana tambang di Kabupaten Jember.  Berawal dari kehadiran PT. Hakman Metalindo,  di Meru Betiri 1995-1996.
Kala itu, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) mengeluarkan izin kuasa pertambangan (KP) untuk Hakman Group eksplorasi pertambangan di Kabupaten Jember dan Banyuwangi dengan luasan 62.586 hektar. Sebagian masuk ke Taman Nasional Meru Betiri.
Eksplorasi ini, oleh perusahaan dari Australia bernama Golden Valley Mines N.L. Hakman Metalindo terdiri dari tiga anak perusahaan. Pertama, PT. Hakman Emas Metalindo (HEM) luas KP 5.386 hektar. Kedua, Hakman Platina Metalindo (HPLM) dengan 25.930 hektar dan Hakman Perak Metalindo (HPLM), 25.120 hektar.
Dalam proses eksplorasi tahun 1995, ketiga perusahaan tersebut mengakibatkan kawasan hutan jati menjadi kering serta pembuangan limbah tambangnya (tailing) merusak ekosistem laut.
Kehadiran Hakman Group membuat Jember dan Banyuwangi memanas dengan isu pertambangan emas. Medio 1998, isu sempat senyap karena ada tragedi ‘pembersihan’ dukun santet di Tapal Kuda. Peristiwa yang menelan korban lebih 200 orang ini berawal Februari 1998 di Banyuwangi, menyebar hingga Jember, Situbondo dan Bondowoso.
Sebagian besar korban guru ngaji, dukun, dan orang-orang yang dianggap pintar. Peristiwa yang dikenal dengan pembantaian Banyuwangi 1998 ini merupakan pembantaian orang-orang yang diduga melakukan praktik ilmu hitam (santet atau tenung).
Saat marak pembantaian ini, pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden Indonesia. Di tengah hiruk pikuk gelombang reformasi, santet memuncak pada Agustus-September 1998 di Banyuwangi.
Rosdi Bahtiar Martadi dari Banyuwangi Forum For Environmental Learning (BAFFEL) mengenang. Tahun 1998, katanya, banyak isu senyap karena heboh santet, termasuk pertambangan emas.
Isu santet, katanya, menyita banyak perhatian publik bercampur dengan euforia reformasi. Mendekati akhir tahun 1999, isu pertambangan emas kembali menguat karena banyak menemukan emas sebesar kaleng biskuit.
“Waktu itu, saya nginep di rumah mandor karet di Sukamade. Dia bercerita banyak orang menemukan emas sebesar kaleng Khong Guan. Setelah saya lihat dan cek, ternyata itu bukan emas melainkan pirit. Isu penemuan ini membuat pembicaraan tentang pertambangan emas kembali menguat pada akhir 1999 setelah peristiwa santet dan reformasi,” ucap Rosdi.
Setelah mendapat kepastian tentang kandungan mineral yang ada, sekitar pertengahan tahun 2000, Hakman Group mengajukan kontrak karya pertambangan kepada Pemerintah Jember dan Banyuwangi. Tak lama, Jember Metal dan Banyuwangi Mineral mengajukan izin prinsip KK untuk membuka pertambangan tembaga dan mineral ikutan di daerah sama.
Keduanya, milik Jansen FP Adoe dan Yusuf Merukh. Yusuf Merukh merupakan konglomerat pemilik 20% saham Newmont Minahasa Raya (NMR) dan Newmont Nusa Tenggara. Keduanya perusahaan yang menuai protes karena menimbulkan masalah lingkungan dan sosial karena menerapkan sistem pembuangan tailing ke laut.
Pada 11 Juli 2000 berdasarkan surat No. 01.13/JM/VII/2000, Direktur Jember Metal mengajukan permohonan izin prinsip KK pertambangan tembaga dan ikutan, Generasi Otoda seluas 197.500 hektar kepada Bupati Jember.
Pengusaha yang sama melakukan permohonan serupa lewat Banyuwangi Mineral dengan surat No.01.17/BM/VII/2000 pada 17 Juli 2000 seluas 15.000 hektar di Banyuwangi. Luas keseluruhan lahan yang dijadikan proyek eksploitasi tambang oleh Hakman Group meliputi 409.136 hektar. Wilayah yang akan ditambang meliputi Taman Nasional Meru Betiri, Cagar Alam Watangan Puger, Cagar Alam Curah Manis Sempolan, Hutan Lindung Baban Silosanen, lahan-lahan pertanian produktif serta pemukiman masyarakat.
Nawiyanto, Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember dalam penelitian tentang Konservasi Alam dan Satwa Liar di Besuki 1870-1970 ini,  memiliki tiga kawasan taman nasional, yakni Taman Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Alas Purwo dan Baluran. Ketiganya kelanjutan dari proyek konservasi yang dibangun masa kolonial Belanda guna menyelamatkan lingkungan alam dan keragaman hayati.
Kawasan ini juga memiliki tiga Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yakni KPH Banyuwangi Selatan, KPH Banyuwangi Barat dan Banyuwangi Utara. Keberadaannya berhubungan dengan mata air dan sungai-sungai, berujung pada keberlangsungan hidup pertanian karena bisa mempengaruhi ketahanan pangan lokal.
Hal inilah yang menjadi dasar ekologis bagi Banyuwangi sebagai lumbung padi dan mempunyai andil besar dalam menopang ketahanan pangan nasional. Peran ini telah berlangsung sejak masa kerajaan tradisional Blambangan maupun masa kolonial.
Kabar pertambangan emas di awal kemunculan hingga kini dinilai mengancam keberlanjutan Taman Nasional Meru Betiri. Karena lokasi mendekati batas-batas wilayah taman nasional.
Pada 2006, terjadi tarik ulur antara Hakman dan Bupati Banyuwangi. Hakman mengirimkan surat keberatan atas penghentian izin eksplorasi kepada Bupati Banyuwangi.
Ratna Ani Lestari, Bupati Banyuwangi membalas dengan surat nomor 545/513/429.002/2006 tertangggal 20 Maret 2006 berisi pemberitahuan, izin eksplorasi tembaga di Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu telah berakhir.
Sehari sebelum izin eksplorasi tembaga Hakman berakhir, 17 Januari 2006, PT Indo Multi Cipta (IMC)– nama lain PT. Indo Multi Niaga (IMN) membuat surat permohonan izin peninjauan bahan galian kepada Bupati Banyuwangi.
Dirut IMC, Maya Miranda Ambarsari memperoleh izin lewat surat keterangan izin peninjauan (SKIP)  tahun 2006. Atas nama Bupati Banyuwangi, SKIP ditandatangani Sekretaris Daerah Banyuwangi, Sudjiharto.
Pada hari surat izin eksplorasi tembaga Hakman, berakhir pada 20 Maret 2006, IMC menulis surat permohonan izin penyelidikan umum di lokasi, Kecamatan Pesanggaran kepada Bupati Banyuwangi.
Berselang tiga hari, 23 Maret 2006, Ratna Ani Lestari menerbitkan surat keputusan Bupati soal pemberian kuasa pertambangan penyelidikan umum kepada IMC, paling lama satu tahun.
Pada 7  November 2006, IMN, melalui surat nomor 025/DM-IMN/XI/2006, mengajukan permohonan peningkatan kuasa pertambangan ke tahap eksplorasi. Surat ditanggapi Bupati Ratna dengan mengeluarkan surat berisi memberikan KP eksplorasi pada 16 Februari 2007 seluas 11.621,45 hektar. Ia mencakup Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jatim, hingga 2015.
Selain Tumpang Pitu,  seluas 1.700 hektar, konsesi IMN juga mencakup Katak, Candrian, Gunung Manis, Salakan, Gumuk Genderuwo, dan Rajeg Besi.




Kondisi lahan di wilayah pertambangan sedang dalam konstruksi. Foto: BaFFEL
Kondisi lahan di wilayah pertambangan sedang dalam konstruksi. Foto: BaFFEL
Pada 5 Maret 2007, IMN mengajukan rekomendasi izin penggunaan kawasan hutan di KPH Banyuwangi Selatan kepada Gubernur Jawa Timur. Pada tanggal sama, IMN juga mengajukan permohonan kegiatan eksplorasi tambang emas di kawasan hutan seluas sekitar 8.79,60 hektar, kepada Menteri Kehutanan.
Rekomendasi IPKH untuk eksplorasi bijih emas dan mineral pengikut untuk IMN dikeluarkan Gubernur Jatim, Imam Utomo 6 Juli 2007. Surat dikirim ke Menteri Kehutanan.
Pada 27 Juli 2007, Departemen Kehutanan mengeluarkan surat berisi persetujuan izin kegiatan eksplorasi tambang emas dan mineral pengikutnya di kawasan hutan produksi tetap dan hutan lindung seluas 1.987,80 hektar untuk IMN, di Kabupaten Banyuwangi, ditandatangani Yetti Rusli.
Pada jeda Juli-Oktober 2007, IMN melakukan sosialisasi Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) di Pemkab Banyuwangi didominasi kehadiran birokrasi.
Audiensi dan paparan awal terkait rencana penambangan emas di Tumpang Pitu oleh IMN beserta Komisi C dan D DPRD Banyuwangi pada 8 Oktober 2007.
Sehari setelah itu, 9 Oktober 2007, DPRD Banyuwangi mengeluarkan surat rekomendasi soal peningkatan status eksplorasi menjadi eksploitasi tambang emas di Tumpang Pitu ditandatangani Achmad Wahyudi. Surat ini dikirimkan kepada Menhut, Gubernur Jatim dan Bupati Banyuwangi.
Menurut Rosdi, proses surat keluar dinilai cacat hukum karena tak melalui mekanisme rapat paripurna di DPRD Kabupaten Banyuwangi.
Gubernur Jatim, Imam Utomo, juga mengeluarkan rekomendasi izin eksplorasi IMN di Tumpang Pitu dengan menandatangani surat bernomor 522/7150/021/2007.
Keputusan Imam Utomo, katanya, dianggap menyalahi rencana tata ruang wilayah (RTRW) Jatim 2002. Dalam RTRW ini menyatakan, Gunung Tumpang Pitu merupakan kawasan lindung mutlak dengan kategori hutan lindung bagi masyarakat Pesanggaran.
Pada 5 Februari 2008, di Sekretarit PMII Cabang Banyuwangi, sekelompok organisasi mahasiswa dan masyarakat di Banyuwangi membentuk Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Lingkungan (AMMPeL). Mereka terdiri dari GMNI, HMI, PMII, BEM Untag Banyuwangi, BEM Uniba, BEM STIB, BEM STAIDA, BEM Ibrahimy, Kappala Indonesia dan Derajad.
Dua hari setelah dibentuk, mereka aksi di Kantor Bupati Banyuwangi dengan tuntutan mendesak dialog terkait permasalahan pertambangan di Tumpang Pitu dengan Bupati Ratna Ani Lestari.
Koalisi tolak tambang ini mendesak DPRD mencabut surat izin eksploitasi  tambang emas yang dinilai cacat hukum karena tak melalui prosedur.
Pengesahan dokumen Amdal IMN oleh Tim Amdal Jatim pada 26 Mei 2008, mendapatkan reaksi keras dari berbagai kelompok mahasiswa, aktivis lingkungan, petani, nelayan, dan LSM di Banyuwangi. Sosialisasi Amdal dan paparan studi kepayakan pada 8 September 2008 bertempat di Aula PTP XII Sungai Lembu,  Kecamatan Pesanggaran.
Pada 14 Agustus 2008, gabungan dari 19 organisasi rakyat yang akan menerima dampak terkait penambangan emas di Tumpang Pitu, dengar pendapat dengan DPRD Banyuwangi (lintas komisi). Hearing dipimpin Wakil ketua DPRD, Eko Sukartono.
Kesepakatannya, atas nama DPRD, dalam waktu seminggu setelah hearing, akan menggelar rapat paripurna meninjau kembali atau mencabut surat rekomendasi peningkatan status eksplorasi menjadi eksploitasi tambang emas di Tumpang Pitu.
Tepat seminggu setelah hearing, pada 21 Agustus 2008, sekitar 200 perwakilan nelayan, petani dan gabungan elemen LSM mendatangani DPRD Banyuwangi, menagih janji mencabut surat rekomendasi yang keluar dengan prosedur tal wajar. Rapat dipimpin oleh Wahyudi.
Akhirnya, hasil rapat dituangkan dalam berita acara berisi merekomendasi ke pimpinan DPRD Banyuwangi untuk mencabut surat rekomendasi itu.
Aksi tak hanya oleh kelompok kontra tambang juga pendukung pertambangan emas di Banyuwangi. Pada 24 November 2008, masyarakat Banyuwangi tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Investasi Banyuwangi (AMPIBI) aksi di DPRD Banyuwangi dengan koordinator Agus Tarmidzi, Kepala Desa Wonosobo.



Lokasi pertambangan tampak dari kejauhan. Foto: BaFFEL
Lokasi pertambangan tampak dari kejauhan.
Aksi yang didukung Laskar Merah Putih Banyuwangi ini mempersoalkan tentang pencabutan rekomendasi peningkatan status IMN dari eksplorasi ke eksploitasi.
Sejak eksplorasi pertama, 20 September 2007-29 Februari 2012, IMN sudah mengebor 367 titik dengan kedalaman total 116.495 meter. Terdiri atas 16 titik sedalam 4.172 meter dikerjakan Hakman Platina Metalindo dan IMN 351 titik kedalaman 112.322 meter.
Dalam periode 2009-2010 mulai marak penambangan liar oleh masyarakat sekitar tambang dan dari luar Banyuwangi. Tahun 2010, seiring UU Pertambangan Mineral dan Batubara, KP eksploitasi IMN disesuaikan menjadi izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi.
IMN mengantongi kuasa pertambangan eksplorasi emas 11.621,45 hektar di Blok Gunung Tumpang Pitu,  Kecamatan Pesanggaran dari Bupati Banyuwangi periode 2005-2010 Ratna. Perusahaan juga mendapat persetujuan IUP operasi produksi dari Bupati Banyuwangi tertanggal 25 Januari 2010 seluas 4.998 hektar selama 20 tahun.
Kuasa pertambangan IMN ini masuk kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang dikelola Perhutani Banyuwangi Selatan.
Sejak 2007, IMN empat kali perpanjangan eksplorasi dari Menteri Kehutanan. SK Menhut terakhir kali terbit 3 Juli 2012 yang memberi izin perusahaan itu eksplorasi 1.987,80 hektar di kawasan hutan hingga 3 Juli 2014.
Pada 21 Oktober 2010, terjadi pergantian Bupati Banyuwangi, dari Ratna Ani Lestari ke Abdullah Azwar Anas. Menjelang 1 tahun kepemimpinannya sebagai Bupati Banyuwangi, pada 5 September 2011, Abdullah Azwar Anas melakukan perombakan struktur birokrasi Pemerintahan Daerah Banyuwangi. Selain mengganti pimpinan bagian atau dinas, ia juga melakukan penggabungan beberapa dinas dan membuat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) baru, yakni OPD Perdagangan, Perindustrian dan Pertambangan.
Pada 2 Juli 2012, IMN mengirimkan surat kepada Bupati Banyuwangi perihal permohonan pengalihan IUP kepada Bumi Suksesindo. Pada 11 Juli 2012, terbitlah Surat Keputusan Bupati Banyuwangi  soal persetujuan IUP Eksplorasi kepada Bumi Suksesindo (BSI), jangka waktu sampai 25 Januari 2014.
Delapan hari setelah penerbitan surat itu, tepatnya, 19 Juli 2012, ada pertemuan tertutup antara Bupati dengan IMN di kantor Bupati Banyuwangi. Mereka membahas soal pergantian IMN kepada PT Bumi Indotama atau BSI.
Semua pekerja IMN dirumahkan sementara waktu, dengan janji direkrut kembali setelah Bumi Suksesindo, beroperasi.
Pada 17 September 2012, BSI mengirimkan surat dengan permohonan persetujuan perubahan kepemilikan saham BSI. Menjawab surat itu, Bupati Banyuwangi, Azwar Anas, menerbitkan dua surat keputusan pada 28 September 2012.
Pertama, Surat Keputusan Bupati Banyuwangi tentang perubahan keputusan Bupati Banyuwangi sebelumnya mengenai persetujuan IUP operasi  produksi kepada BSI.
Kedua, Surat Keputusan Bupati mengenai perubahan keputusan Bupati Banyuwangi soal persetujuan IUP eksplorasi BSI.
Pada 10 Oktober 2012, Bupati Abdullah Azwar Anas mengusulkan perubahan fungsi kawasan hutan lindung seluas  9.743,28 hektar terletak di BKPH Sukamade, Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi, menjadi hutan produksi tetap.
Atas pengajuan ini, Menteri Kehutanan saat itu dijabat Zulkifli Hasan hanya mengabulkan sekitar 1.942 hektar.  Dia mengeluarkan surat keputusan  tertanggal 19 November 2013, soal perubahan fungsi antarfungsi pokok kawasan hutan dari lindung jadi HPT.
Rosdi menilai, keputusan mengajukan perubahan fungsi kawasan ini untuk memuluskan pertambangan. Pasalnya, dari 1.942 hektar yang dikabulkan itu konsesi pertambangan emas BSI.
UU Kehutanan, katanya,  melarang tambang terbuka (open pit mining) di hutan lindung. Larangan ini, katanya,  disiasati penguasa dan korporasi dengan melakukan sejumlah langkah menurunkan status  hutan lindung Gunung Tumpang Pitu. Jika Tumpang Pitu masih hutan lindung, katanya, rencana penambangan emas terganjal. “Karena ada larangan dalam UU Kehutanan.”
Jadi, katanya, dengan tujuan memuluskan rencana penambangan emas, status hutan lindung Gunung Tumpang Pitu diturunkan dari hutan lindung menjadi hutan produksi.
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, ketika dikonfirmasi Mongabay terkait alih fungsi hutan lindung ini bilang, bukan masuk domain kebijakannya. Katanya, alih fungsi ada ketentuan dan syarat harus dipenuhi.
Kementerian Kehutanan, katanya,  mempunyai ketentuan mengenai apa saja yang bisa dialihkan. Jika tak sesuai, tak bisa jalan. Bahkan, katanya, sekarang terkait hal itu sudah ada penggantian lahan.
“Saya tak hapal teknis soal penggantian lahan. Itu sudah disampaikan perusahaan. Kewenangan ngecek lahan ada di Kementerian Kehutanan”, katanya.
Senior Manager Eksternal Affairs BSI, Bambang Wijanarko, kepada Mongabay, mengatakan, soal IPPKH Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) seluas 994 hektar, BSI telah memberikan lahan kompensasi hampir 2.000 hektar di dua lokasi. Yakni, Bondowoso (600 hektar) dan Sukabumi 1.300 hektar.
Bambang menegaskan, BSI bagian dari Merdeka yang sudah go public di Bursa Efek Indonesia. Sebagai anak perusahaan publik, BSI senantiasa patuh dan mengikuti aturan. Perusahaan juga sudah peroleh status clear and clean (CnC).




Suasana di PT BSI di lokasi pertambangan. Foto: BaFFEL
Suasana di PT BSI di lokasi pertambangan.

Sengketa para pihak
Proses pengalihan IUP) dari IMN ke BSI sempat menimbulkan permasalahan. Pasalnya, Interpide Mines Ltd, perusahaan Australia yang dulu bekerjasama dengan IMN, menggugat Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas ke PTUN Surabaya.
Gugatan tertanggal 14 Maret 2013 itu, menuntut pencabutan IUP eksplorasi dan produksi BSI. Intrepid, selama ini merasa dirugikan dalam eksplorasi tambang Tujuh Bukit, Banyuwangi ini.
Dalam proyek itu, Interpid IMN, telah bekerjasama dengan Intrepid Mines Ltd dengan kepemilikan saham 80%. Namun tanpa sepengetahuan Intrepid, IMN menjual IUP ke BSI.
Keputusan Bupati Banyuwangi memberikan persetujuan pengalihan IUP eksplorasi dan operasi,  dinilai cacat hukum. Dalam UU Minerba Pasal 93 ayat 1 disebutkan pemegang IUP tak boleh memindahkan IUP kepada pihak lain.
Keputusan Bupati Banyuwangi cacat hukum termasuk kebijakan yang memberikan persetujuan perubahan susunan kepemilikan saham.
Dimana dalam surat keputusan tertanggal 6 Desember 2012, memberikan kepemilikan saham kepada BSI 100%: saham PT Afa Sukesindo 5% dan PT Merdeka Serasi Jaya (MSJ) 95%. MSJ memberikan saham 10% kepada Pemda Banyuwangi.
Masalah muncul pertama kali karena ada tumpang tindih (sengketa) kepemilikan saham perusahaan di IMN. Awalnya, IMN menjalin kerjasama dengan mitra asal Australia, Intrepid Mines Limited. Intrepid bertindak sebagai penyandang dana dari seluruh operasional perusahaan.
Ia dijanjikan keuntungan hingga 80% dari produksi IMN. Saat kerjasama diteken, UU belum membolehkan perusahaan asing memiliki saham di perusahaan kuasa pertambangan, hingga disepakati membentuk perusahaan modal asing (PMA).
Tahun 2009,  pemerintah menetapkan UU Minerba mengizinkan perusahaan asing menanamkan modal langsung dalam perusahaan pemegang IUP.  Keduanya sepakat membentuk struktur perusahaan baru sesuai kesepakatan sebelumnya. Selama kerjasama, Intrepid mengklaim telah menggolontorkan dana hingga AU$100 juta untuk proyek IMN.
Dalam sidang perdana gugatan Intrepid Mines Ltd  kepada Bupati Banyuwangi, di PTUN Surabaya 3 April 2013, Intrepid Mines selaku penggugat tak bisa menunjukkan izin pendirian PMA, sebagai syarat berinvestasi di Indonesia.
Dalam dokumen Humas Pemkab Banyuwangi, pada sidang perdana itu, Pemkab Banyuwangi mengirimkan Kabag Hukum Pemerintahan, Yudi Pramono beserta Kepala Badan Perizinan dan Penanaman Modal Terpadu, Abdul Kadir.
Dalam sidang perdana ini masih pencocokan dokumen resmi terkait materi gugatan antara penggugat dan tergugat.
Yudi mengatakan, Pemkab Banyuwangi sebenarnya tak melanggar apapun seperti tuduhan Intrepid. Ia bukan mengalihkan, katanya,  tetapi menyetujui permintaan pengalihan IMN.
Gugatan ini dinilai salah alamat karena Pemkab Banyuwangi tak memiliki urusan dan keterkaitan dengan perusahaan Intrepid. Menurut dia, sidang seharusnya di arbitrase internasional karena terkait persaingan usaha internasional.
Pada 12 September 2013, PTUN Surabaya menolak gugatan Intrepid Mines. Putusan itu sekaligus menegaskan jika kedua SK Bupati tak melanggar hukum.
Intrepid tetap bersikukuh gugatan sesuai Pasal 93 ayat (1) UU Minerba. Hal ini dipertegas penasehat hukum Intrepid Mines, Hari Ponto.
Dia mengatakan, tindakan Bupati Banyuwangi melanggar Pasal UU Minerba. Dalam Pasal disebutkan jika pemegang IUP dan IUPK tak boleh memindahkan ke pihak lain, terlebih lebih 50%.
Setelah kalah di PTUN Surabaya, Intrepid Mines resmi mendaftarkan gugatan ke arbitrase Singapura atas dugaan ingkar janji IMN terkait proyek tambang Tujuh Bukit,.
Dalam gugatan, perusahaan ini meminta panel arbitrase memutuskan IMN melanggar Alliance Agreement karena tak melaksanakan kewajiban tertera dalam perjanjian.
Atas pelanggaran itu, hak Intrepid atas 80% economic interest tambang Tumpang Pitu terancam hilang dan sangat dirugikan.
Buntut gugatan itu, semua pihak yang mengklaim berhak atas Tumpang Pitu berdasarkan pengalihan saham dan  pengalihan IUP dari IMN,  harus menghentikan semua rencana karena status hukum dalam proses.
Jika menang, IMN wajib memberikan 80% economic interest atas tambang Tumpang Pitu. IMN juga wajib mengurus segala perizinan dan persetujuan pemerintah untuk mengkonversi status IMN menjadi perusahaan penanaman modal asing (PMA). Persetujuan ini keluar dari BKPM, Kementerian Hukum dan HAM, termasuk rekomendasi Bupati Banyuwangi dan KESDM.
Pada 19 Februari 2014, perusahaan Australia, ini mengumumkan telah mencapai kesepakatan penyelesaian sengketa kepemilikan saham di tambang emas dan tembaga Tujuh Bukit, Tumpang Pitu,
Intrepid bersedia melepas 80% pemilikan saham. Sebagai ganti, mereka mendapat US$ 80 juta dalam bentuk tunai. Pada website resmi Intrepid, pemimpin Intrepid, Ian McMaster, menyatakan, dalam perjanjian penyelesaian itu, perusahaan sepakat mengakhiri semua proses gugatan dan sengketa atas proyek Tujuh Bukit yang tengah diajukan.
Kesepakatan itu dimediasi Provident Capital dan Saratoga Capital atas nama para pihak bersengketa. Kesepakatan penyelesaian akan dimintakan persetujuan dalam rapat pemegang saham.
Dengan pengumuman itu, konflik panas tambang emas antara Intrepid Mines, BSI dan Pemkab Banyuwangi, berakhir. Kedua perusahaan mengisyaratkan, tak ada lagi polemik izin pertambangan di Tumpang Pitu, Desa Sumberagung.
Dengan keputusan itu, seluruh gugatan dianggap gugur. Kesepakatan keluar, menetapkan BSI melalui Merdeka Serasi Jaya sebagai pengelola tambang emas.
pitu2-ilustrasi-dibuat-oleh-rosdi-bahtiar-martadi-banyuwangi-forum-for-environmental-learning-baffel

Selasa, 23 Mei 2017

PELESTARIAN BUDAYA


Sejarah Awal mula tari gandrung berasal dan pencipta tari  

Kesenian gandrung Banyuwangi muncul bersamaan dengan dibukanya hutan “Tirtagondo” (Tirta arum) untuk membangun ibu kota Balambangan pengganti Pangpang (Ulu Pangpang) atas prakarsa Mas Alit yang dilantik sebagai bupati pada tanggal 2 Februari 1774 di Ulupangpang Demikian antara lain yang diceritakan oleh para sesepuh Banyuwangi tempo dulu.
Mengenai asalnya kesenian gandrung Joh Scholte dalam makalahnya antara lain menulis sebagai berikut: Asalnya lelaki jejaka itu keliling ke desa-desa bersama pemain musik yang memainkan kendang dan terbang dan sebagai penghargaan mereka diberi hadiah berupa beras yang mereka membawanya di dalam sebuah kantong. (Gandroeng Van Banyuwangi 1926, Bab “Gandrung Lelaki”).
Menurut cerita secara turun temurun, bahwa gandrung semula dilakukan oleh kaum lelaki yang membawa peralatan musik perkusi berupa kendang dan beberapa rebana (terbang).
Mereka setiap hari berkeliling mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat Balambangan sebelah timur (dewasa ini meliputi Kab. Banyuwangi) yang jumlahnya konon tinggal sekitar lima ribu jiwa, akibat peperangan yaitu penyerbuan Kompeni yang dibantu oleh Mataram dan Madura pada tahun 1767 untuk merebut Balambangan dari kekuasaan Mangwi, hingga berakirnya perang Bayu yang sadis, keji dan brutal dimenangkan oleh Kompeni pada tanggal 11 Oktober 1772.
Berkat munculnya gandrung yang dimanfaatkan sebagai alat perjuang dan yang setiap saat acap kali mengadakan pagelaran dengan mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat yang hidup bercerai-berai di pedesaan, di pedalaman dan bahkan sampai yang masih menetap di hutan-hutan dengan keadaannya yang memprihatinkan, kemudian mereka mau kembali kekampung halamannya semula untuk memulai membentuk kehidupan baru atau sebagaian dari mereka ikut membabat hutan Tirta Arum yang kemudian tinggal di ibukota yang baru di bangun atas prakarsa Mas Alit.
Setelah selesai ibu kota yang baru dibangun dikenal dengan nama Banyuwangi sesuai dengan konotasi dari nama hutan yang dibabad (Tirta-arum). Dari keterangan tersebut terlihat jelas bahwa tujuan kelahiran kesenian ini ialah menyelamatkan sisa-sisa rakyat yang telah dibantai habis-habisan oleh Kompeni dan membangun kembali bumi Belambangan sebelah timur yang telah hancur porak-poranda akibat serbuan Kompeni (yaitu yang dewasa ini meliputi Daerah Kabupaten Banyuwangi).
Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi, seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan seblang sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.
Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan, menurut laporan Scholte (1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Pada saat itu, biola telah digunakan. Namun, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marsan.
Menurut sejumlah sumber, kelahiran Gandrung ditujukan untuk menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat, berkaitan dengan pembabatan hutan yang angker.
Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat. Pada mulanya gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin terdesak sejak akhir abad ke-20.
3)    TATA BUSANA
Dalam pementasan tari gandrung memiliki ciri khas dalam berbusana dan property yang didominasi warna mera dan kuning mas dan warna hitam yang kontras.
a.      Bagian Tubuh
      Busana untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka. Di bagian leher tersebut dipasang ilat-ilatan yang menutup tengah dada dan sebagai penghias bagian atas. Pada bagian lengan dihias masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias dengan ikat pinggang dan sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni sebagai pemanisnya. Selendang selalu dikenakan di bahu.
b.      Bagian Kepala
         Kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut omprok yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena, putra Bima] yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh rambut penari gandrung. Pada masa lampau ornamen Antasena ini tidak melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas seperti sayap burung. Sejak setelah tahun 1960-an, ornamen ekor Antasena ini kemudian dilekatkan pada omprok hingga menjadi yang sekarang ini.

Selanjutnya pada mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada tambahan ornamen bunga yang disebut cundhuk mentul di atasnya. Sering kali, bagian omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya memberi kesan magis.
c.       Bagian Bawah
      Penari gandrung menggunakan kain batik dengan corak bermacam-macam. Namun corak batik yang paling banyak dipakai serta menjadi ciri khusus adalah batik dengan corak gajah oling, corak tumbuh-tumbuhan dengan belalai gajah pada dasar kain putih yang menjadi ciri khas Banyuwangi. Sebelum tahun 1930-an, penari gandrung tidak memakai kaus kaki, namun semenjak dekade tersebut penari gandrung selalu memakai kaus kaki putih dalam setiap pertunjukannya.
d.      Lain-lain
      Pada masa lampau, penari gandrung biasanya membawa dua buah kipas untuk pertunjukannya. Namun kini penari gandrung hanya membawa satu buah kipas dan hanya untuk bagian-bagian tertentu dalam pertunjukannya, khususnya dalam bagian seblang subuh.
4)    TATA RIAS
        Diantara kesenian khas Jawa Timur ada satu lagi tari tradisional yang penuh nuansa mistis. Ternyata tidak cuma Reog Ponorogo yang dalam pagelarannya harus menggerahkan kekuatan gaib. Termasuk tarian Gandrung asal Banyuwangi. Konon para penarinya terikat oleh aturan magis.
     Dibalik gemerlap pagelaran tari Gandrung yang dibawakan wanita-wanita bertubuh sintal dan langsing, ada prosesi magis yang harus dilakukan oleh setiap penari sebelum memulai pertunjukan. Ritual khusus bernuansa magis itu sebagai persiapan penari agar dapat tampil menarik dan simpatik. Sebab, penari gandrung bukan sekedar ingin dapat memuaskan penonton, di samping itu juga berharap dapat uang tip dari orang-orang yang simpati padanya.
        Ada beberapa persyaratan khusus bagi seorang penari gandrung sebelum naik ke pentas. Pertama, adalah dalam soal merias, sang penari harus melakukannya sendiri tanpa bantuan petugas rias. Karena itu sebagai syarat utama seorang penari Gandrung yang sudah profesional, dia harus bisa menata diri sendiri, terutama memoles wajah agar dapat tampil sedemikian menarik
       Alat make-up yang digunakan tidak sembarangan, sebelum digunakan harus diberi mantera agar dapat membuat penari lebih percaya diri saat berada di atas panggung, dan penonton yang melihatnya akan terpesona setelah melihat wajah si penari. Prosesi ini memang cukup memakan waktu, di samping persiapan khusus yang harus dilakukan para penari.
       Kadang dari persiapan ini saja, rombongan penari sebelum tampil harus merogoh kocek hingga ratusan ribu hanya untuk bisa tampil memukau penonton. Sebab selain itu masih ada persyaratan lainnya, yakni disediakannya sesaji yang terdiri dari kelapa, pisang, beras, gula, ayam dan alat kinang lengkap. Semua perlengkapan tersebut kemudian diletakkan di kamar penari rias dan tempat yang tidak jauh dari penabuh gong.
        “Jangan heran kalau orang nanggap pagelaran Gandrung itu mahal, lha wong untuk persiapan tampil saja biayanya sudah besar,” ujar Marsudi, salah seorang anggota kelompok Gandrung di Banyuwangi. Tata cara persiapan lainnya, penari saat akan mengenakan kuluk (mahkota) maka terlebih dahulu membaca sebuah mantera sesuai dengan keinginannya. Itu dengan pantangan kuluk yang sudah dipakai tidak boleh dilepaskan hingga pementasan berakhir.
     Mitos cara mengenakan kuluk tersebut sangat disakralkan lantaran berkaitan langsung dengan kejadian yang akan menimpa penari. Karena itu kuluk harus dirawat dengan benar dan diletakkan di tempat yang aman. Sebab, jika ada kejadian seperti kuluk terjatuh atau terlepas sebelum pagelaran berakhir akan berakibat pada penari yang mengalami musibah
         Paling tidak selama menjadi penari dalam satu pagelaran penari gandrung harus siap selama 24 jam penuh. Pasalnya, rangkaian dari ritual mulai dari prosesi persiapan hingga akhir pagelaran mereka tidak boleh melepas pakaian khasnya sebelum dibacakan mantera dari “guru” atau orang yang dianggapnya lebih pintar. Karena itu untuk menjaga agar selama pagelaran penari tidak terganggu oleh urusan lain, semisalkan ingin buang hajat atau dirasuki rasa kantuk, mereka biasanya sudah memiliki amalan masing-masing yang diberikan oleh gurunya. Amalan tersebut akan dibaca sebelum penari naik ke pentas dan sesudah pertunjukan.
5.     PROPERTI
        Properti yang digunakan antara lain :
a.)         Geter
b.)         Omprog
c.)         Ikat bahu, gelang
d.)         Ilat – ilat
e.)         Kepet
f.)          Pending
g.)         Otok/kemben
h.)         Renggoan werna-werna
i.)          Sembongan
j.)         Lakaran
k.)        Sampur
l.)         Lakaran batik gajah uling
m.)       Kaos kaki
n )        Kipas
6.      PENYAJIAN

       Tarian Gandrung Banyuwangi dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setiap habis panen. Kesenian ini masih satu genre dengan seperti Ketuk Tilu di Jawa Barat,  Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged Bumbung di BaIi, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan). Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali. Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan "paju".

   Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.
7.     KEUNIKAN TARI GANDRUNG
1)  GERAK
a.      Titik tumpu, pada umumnya tarian Banyuwangi, bertitik tumpu pada berat badan terletak pada tapak kaki bagian depan (jinjid).
b.      Tubuh bagian dada di dorong kedepan seperti pada tari Bali
c.       Gerak tubuh ke depan yang di sebut dengan ngangkruk
d.      Gerak persendian; terbagi dalam gerak leher, misalnya:\
               i.     Deleg duwur, yaitu gerakan kepala dan leher yang digerakkan hanya leher bagian atas saja, gerak kepala ke kiri dan ke kanan.
       ii.            Deleg nduwur atau dinggel, yaitu sama dengan atas hanya saja disertai dengan tolehan.
      iii.            Deleg manthuk, yakni gerakan kepala mengangguk.
     iv.             Deleg layangan, yaitu gerakan deleg duwur yang di sertai dengan ayunan tubuh.
       v.             Deleg gulu, yaitu gerakan kepala ke kiri dan ke kanan.
Di samping itu masih ada lagi gerak persendian bahu. Gerakan ini dalam tari gandrung terdiri dari:
1.      Jingket, gerakan bahu yang di gerakan ke atas kebawah atau ke samping.
2.     Egol pantat yang lombo dan kerep, yakni gerakan pantat ke kanan ke kiri mengikuti   iringan musik gendang.
Sikap dan gerak jari, gerakan ini ada 3 (tiga) macam diantarannya:
1.     Jejeb yaitu posisi tiga jari merapat dan telunjuk merapat pada ibu jari.
2.     Cengkah yaitu keempat jari merapat dan ibu jari tegak kearah telapak tangan.
3.     Ngeber yaitu telapak tangan terbuka, tangan lurus sejak pangkal lengan sampai ujung jari.
Permainan sampur, merupakan komunikasi antara pria dan wanita. Dalam hal ini ada beberapa macam antara lain :
1.     Nantang, yaitu sampur di lempar ke arah penari pada gong pertama dan seterusnya.
2.     Ngiplas atau nolak kanan dan kiri satu persatu.
3.     Ngumbul, yaitu membuang ujung sampur ke atas kedalam atau keluar.
4.     Ngebyar, yaitu kedua ujung sampur di kibaskan arah ke dalam atau ke luar.
5.     Ngiwir, yaitu ujung sampur di jipit dan di getarkan.
6.    Nimpah, yaitu ujung sampur disampirkan ke lengan kanan atau kiri pada gerakan sagah atau ngalang.
Sikap dan gerakan kaki, gerakan ini antara lain :
1.  Laku nyiji
2.  Laku ngloro
3.  Langkah genjot
4.  Langkah triol atau kerep.
8)    IRINGAN
       Musik pengiring untuk gandrung Banyuwangi terdiri dari satu buah kempul atau gong, satu buah kluncing (triangle), satu atau duabuah biola, dua buah kendhang, dan sepasang kethuk. Di samping itu, pertunjukan tidak lengkap jika tidak diiringi panjakatau kadang-kadang disebut pengudang (pemberi semangat) yang bertugas memberi semangat dan memberi efek kocak dalam setiap pertunjukan gandrung. Peran panjak dapat diambil oleh pemain kluncing. Selain itu kadang-kadang diselingi dengan saron Bali, angklung, atau rebana sebagai bentuk kreasi dan diiringi electone.
       Saron atau yang biasanya disebut juga ricik ,adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan.Dalam satu set gamelan biasanya mempunyai 4 saron, dan semuanya memiliki versi pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung, dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu.
       Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh bergantian antara saron 1 dan saron 2. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, ricik ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, ricik ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan.
      Dalam memainkan saron, tangan kanan memukul wilahan / le-mbaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang tersisa da-ri pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut memathet (kata da-sar: pathet = pencet)
        Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil
        Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini digunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong seperti ini.
      Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan disebut juga Kkwaenggwari. Tetapi kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima jari dan dimainkan dengan cara dipukul sebuah stik pendek. Cara memegang kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan.
         Rebana adalah gendang berbentuk bundar dan pipih. Bingkai berbentuk lingkaran dari kayu yang dibubut, dengan salah satu sisi untuk ditepuk berlapis kulit kambing. Kesenian di Malaysia, Brunei, Indonesia dan Singapura yang sering memakai rebana adalah musik irama padang pasir, misalnya, gambus, kasidah dan hadroh.
     Bagi masyarakat Melayu di negeri Pahang, permainan rebana sangat populer, terutamanya di kalangan penduduk di sekitar Sungai Pahang. Tepukan rebana mengiringi lagu-lagu tradisional seperti indong-indong, burung kenek-kenek, dan pelanduk-pelanduk. Di Malaysia, selain rebana berukuran biasa, terdapat juga rebana besar yang diberi nama Rebana Ubi, dimainkannya pada hari-hari raya untuk mempertandingkan bunyi dan irama.
       Kendang, kendhang, atau gendang adalah instrumen dalam gamelan Jawa Tengah yang salah satu fungsi utamanya mengatur irama. Instrument ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu.Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa disebut kendang kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu atau gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi. Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran ,ladrang irama tanggung. Untuk wayangan ada satu lagi kendhang yang khas yaitu kendhang kosek.
      Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendang kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan oleh satu orang dengan orang lain maka akan berbeda nuansanya.
      Dengan peralatan musik atau gamelan seperti yang terbuat di atas, maka dihasilkan beberapa gending gandrung. Perbendaharaan gending-gending gandrung merupakan gending-gending klasik yang sulit diketemukan penciptanya. Gending-gending itu dapat dipilih menjadi 7 bagian yang  jumlahnya cukup banyak.Yakni,
        Gending-gending klasik prasemi,
         gending-gending klasik dijaman semi,
         gending-gending seblang,
         gending-gending sanyang,
         gending-gending bali,
         gending-gending jawa
         gending-gending harah
(yang terdiri dari Gending Padha Nonton,Gending Sekar Jenang Ayun-Ayun, Maenang, Ladrang, Celeng Mogok,Ugo-Ugo, Lia-Liu, Lebak-Lebak, Lindoondo Krenoan, Gagak Serta, Limar-Limir, Gandraiya, Emek-Emek, Duduk Maling, Kembang Jambe, Kelam Okan, Jaran Dawuk, Sawunggaling, Gerang Kalong, Guritan, Erang-Arang, Blabakan, Embat-Embat, Keyok-Keyok, Kosir-Kosir, Tarik Jangkar, Krimping Sawi, Condrodewi, Opak Apem).
        Sebagian gending yang terdapat berasal dari Sangyang dan Bali, seperti Gebyar-gebyur, Gulung-gulung Agung, sekar potel, Sandel sate, Surung dayung, dan Pecari putih. Sedang yang berpengaruh jawa cukup banyak, antara lain Sampak, Puspawarna, Pacung, kinanti, Angleng, Sinom, Ladrang Manis, Wida Sari, Sukmailing, Titipati, Damarkeli, ing-ing, Semarang dan masih banyak lagi.
 9. Tari gandrung masa kini
Kesenian gandrung banyuwangi biasanya dilaksanakan diatas pentas ketika pesta perkawinan atau khitanan, dan berlangsung sepanjang malam. Panari gandrung biasanya menari bersama-sama, diikuti para pemaju. Penampilannya selalu didahului atau dibuka oleh tari pembuka yang biasa disebut tari jejer. Pada tari pembuka ini penari menari dan menyanyi tanpa pemaju, sebagai tanda ucapan selamat datang kepada para penonton, dan secara tradisional diiringi gending Podho Nonton. Acara inti dimulai beberapa menit setelah acara tari pembuka atau jejer diakhiri.
      Penari gandrung menari dan menyanyi di atas pentas melayani para pemaju yang telah agak lama menanti. Pemaju yang berasal dari kata maju ‘maju, bergerak’, biasanya tampil atau beringsut ke arah muka dari kalangan penonton yang ingin ber¬sama-sama menari dengan penari gandrung di atas pentas, atau kadang-kadang karena mereka mendapat lemparan selendang atau sampur dari gandrung itu sendiri, kemudian bangkit dan naik ke pentas untuk menari memenuhi ajakan gandrung. Apabila ada pemaju yang berhasrat menari bersama gandrung, ia mendekati pentas, menyerahkan atau memberikan sejumlah uang kepada salah seorang pemukul gamelan pemegang keluncing, dan menyebutkan gending yang dimintanya.
       Penari gandrung melayani hasrat itu dan mulai menari bersama di atas pentas. Begitulah proses terjadinya pemaju Banyuwangi yang berlangsung bergembira menari bersama gandrung sepanjang malam. Namun dalam perkembangannya dewasa ini, mengingat nilai seni dan sifat harga diri penari gandrung itu sendiri, proses pemaju seperti itu sudah tidak terlihat lagi.
Pemaju gandrung dewasa ini berhimpun dengan baik dalam wadah Persatuan Pemaju Gandrung. Umumnya setiap himpunan lebih memperhatikan nilai tari se¬hingga dengan sengaja mereka mempelajari atau membakukan jenis tari tertentu agar penampilannya di atas pentas memperlihatkan keindahan dan keserasian.
 Biasanya setiap jenis gending atau tarian ditarikan oleh empat orang pemaju sekaligus agar dapat dijelmakan kaidah tari pemaju gandrung dalam etika dan estetika tari, sebab adalah tidak terpuji dan melanggar kesopan¬an jika teijadi singgungan di atas pentas antara penari gandrung dan pemajunya. Pelanggaran semacam itu akan mendapat um¬patan langsung dari penonton, dan mungkin dapat terjadi per¬kelahian antara penabuh gamelan dan pemaju.
         Setelah acara menari dan menyanyi sepanjang malam, kira- kira menjelang fajar, acara ditutup dengan sebuah tari penutup yang biasa dikenal dengan nama tari seblangan. Pada tari penutup ini, gandrung menari sambil melagukan gending khas Ba¬nyuwangi seorang diri. Dia membawakan gending-gending yang bersifat romantis, erotik, religius, atau menyedihkan dan me¬ngandung nasihat, seakan-akan mengingatkan penonton akan keagungan Tuhan setelah bergembira ria sepanjang malam. Se-akan-akan mengingatkan kita agar kembali kepada keluarga, tugas, dan kewajiban sehari-hari. Sering penonton menghayati¬nya begitu dalam sehingga tanpa disadari air mata mengalir membasahi pipi.